Banyak orang yang sedang mempresepsikan bahwa kampus merupakan wahana atau lingkungan terpendidik yang melayani segala aktivitas-aktivitas penunjang bagi segala masyarakat kampus tersebut. Sehingga, kampus dinilai sebagai salah satu sarang untuk bisa mendapatkan segala kebutuhan pendidikan dengan baik yang didukung oleh berbagai bentuk fasilitas yang memadai. Namun, tidak menutup kemungkinan segala asumsi bibit kotor tentang keleluasaan ilmu hitam (radikalisme) menyebar dan menjangkit pola pikir kepada masyarakat kampus.
Kampus-kampus yang memiliki fakultas-fakultas umum dan non-agama, justru paling rentan disusupi pegiat radikalisasi. Hal ini dikarenakan, latar belakang mahasiswanya yang nota bene minim pemahaman agama Islam, sehingga menyemai paham radikalisme agama bak gayung bersambut bagi mereka, karena hal ini dianggap sebagai “nuansa baru” memupuk semangat keberagamaan mereka. Walaupun tak dapat dipungkiri, bahwa kampus-kampus keagamaan Islam-pun tak luput dari target penyemaian benih-benih radikalisme agama, walaupun tak semarak kampus-kampus yang non-agama.
Salah satu kampus ternama dimalang menjadi salah satu upaya jangkit jangkit penyakit radikalisasi. Keprihatinan muncul ketika saya membaca sebuah berita bahwa salah satu mahasiswanya sedang melakukan penggalangan dana dan saat ditelusuri. Penggalangan dana tersebut bersinyalir untuk membantu kelompotan kelompok yang dapat merusak kedamaian bangsa bahkan dunia. Dengan terus melakukan perlawanan dan pemberontakan diatas kepentingan satu kelompok saja.
Selain itu, modus yang sering dijadikan sebagai alat untuk bisa menebar bibit radikalismenya secara leluasa ialah dengan berkedok diskusi. Dalam lingkaran masa seorang mahasiswa, diskusi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan kepuasan dalam berfikirnya. Sehingga kebebasan berfikir liarnya tanpa aqidah atau landasan yang kuat dapat menjerumuskannya kedalam kubang membahayakan dalam keberlanjutan menjalani hidupnya.
Berfikir secara liar dimubahkan. Namun, akan berubah haram hukumnya jika segala asumsi yang saling dihujatkan malah membawa dan menyimpangkan jauh dalam jalan ajaran agama ahlussunnah waljamaah. Sehingga, cara menemukan kebenaran dengan gaya kaum sofis ini perlu adanya pemahaman yang dasar tentang sebuah dasar yang paten dan tidak akan berubah dalam tuntutan zaman sekalipun. Dengan ini, perlu digaris bawahi tentang seni berfikir liar namun terdapat batasan agar tidak jauh jatuh kedalam jurang keterpurukan.
Lantas, didalam jauhnya pembahasan tentang radikalisme. Seberapa bahayakah radikalisme jika memiliki ruang gerak diberbagai daerah di Indonesia. Tokoh Anti Radikalisme dan Intoleransi IR. R. Haidar Alwi, MT mengingatkan pembiaran intoleransi yang terus menerus berkembang sehingga dapat menjadi ancaman yang membahayakan, bahkan naik level jadi tindakan radikal. Haidar mengajak agar kita, masyarakat Indonesia, tidak lengah membiarkan intoleransi berkembang, dan juga jangan mudah terprovokasi ikut menjadi intoleran, radikal bahkan teroris .
Prinsip radikalisme jelas mengarah pada sebuah “perlawanan” atas perbedaan cara pandang, cara hidup atau cara memahami agama yang berangkat dari kecenderungan “tekstual” sehingga abai terhadap realitas kekinian yang selalu berubah atas dinamika zamanyang terus berjalan. Padahal, jelas prinsip Islam sebagaimana yang dibawa Nabi Muhammad adalah rahmatan lil alamin yang harus mampu menjawab berbagai tantangan zaman. Mengembalikan kondisi kekinian ke kondisi masa lalu secara ketat justru adalah sebuah kemunduran bukan kemajuan. Kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah tidak selalu setback mengadopsi kehidupan masa lalu, tetapi bagaimana keduanya—al-Quran dan Sunnah—justru tetap hidup di tengah derasnya arus modernisasi dan globalisasi. Mencegah radikalisasi, berarti dimulai dari diri sendiri agar membuka wawasan keagamaan secara lebih luas, tidak dipersempit oleh paham-paham fundamentalisme. Kembalikanlah fungsi masjid sebagai penyemai wawasan keagamaan secara kontekstual, jangan memenjarakan diri sendiri dengan paham keagamaan yang sekadar tekstual.
Oleh karena itu, menurut Haidar perlu adanya perhatian bersama agar tidak membahayakan bangsa Indonesia di kemudian hari .
Sejauh ini, kampus manapun telah sadar bahwa lingkungannya menjadi salah satu tempat yang subur untuk menanam bibit-bibit radikalisasi. Dengan selalu menghadirkan kegiatan kegiatan bermanfaat yang kiranya bisa mencegah upaya kotor tersebut. Maka, pihak mahasiswa juga harus berpartisipasi secara aktif guna mendukung dan membantu mengurangi hal yang dapat menganggu keamanan serta keresahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
*Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi, Prodi Administrasi Bisnis Universitas Islam Malang
0 Comments