Header Ads Widget

LPM NADIFIA

Perayaan Kartini Kebangkitan Wanita

Oleh: Nabilla*

Pada setiap tahunnya, tanggal 21 April  masyarakat Indonesia memperingati Hari Kartini. Berbicara mengenai hari kartini bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi kita. Sosok pelopor emansipasi wanita pribumi saat itu, beliau ialah Raden Ajeng Kartini atau dikenal sebagai R.A Kartini. Ia memperjuangkan dengan gigih hak-hak perempuan, selain itu dari hasratnya untuk belajar dan membaca buku R.A Kartini juga menghasilkan banyak karya. Salah satunya ia tuangkan dalam tulisan yang berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang".Berkat pemikiran dan gagasannya itu, Kartini dapat mengubah sudut pandanga masyarakat Belanda terhadap rakyat Pribumi khususnya perempuan kala itu. 

Menjadi seorang wanita merupakan suatu hal yang  istimewa dari sang pencipta. Wanita setelah zaman era kartini dipercaya sebagai wanita yang hebat, berani  dan bukanlah sosok yang lemah. Sama halnya dengan pria, ia adalah seorang yang cukup unggul apabila disandingkan dengan seorang pria. Namun perempuan masa kini bukan lagi perempuan yang hidup di zaman kebodohan akan teknologi seperti di era kartini. Seyogyanya perempuan masa kini lebih mampu mengubah pandangan setiap orang tentang hak-hak seorang perempuan serta dapat menghasilkan karya-karya seni . Sayangnya perempuan masa kini lebih mementingkan kebutuhan fisik saja daripada kebutuhan mengisi ilmu. 

Perempuan masa kini terlalu dimanjakan oleh teknologi digital sehingga membuat malas untuk berpikir. Hal inilah yang perlahan-lahan membuat kemunduran dinamika pola pikir seorang perempuan dalam berkarya khususnya membaca buku. Banyak hal yang dapat kita bahas mengenai perempuan, salah satunya lagi banyak perempuan yang mengalami trauma dan gangguan psikologi akibat pengalaman buruk di masa lalu, seperti pelecehan seksual, kekerasan fisik maupun tekanan mental. Persoalan ini yang membuat perempuan enggan untuk speak up. Padahal hal itu bukan  menjadi tolak ukur bagi seorang perempuan melawan. Adanya asumsi liar yang melanggengkan ketidakadilan dari masyarakat bahwa “ perempuan diam saja tidak usah banyak bicara dan melawan. Itu adalah tugas seorang lelaki. Toh, nanti juga kamu menjadi Ibu rumah tangga”. Dengan kata lain peran perempuan ranahnya privat dan di publik adalah laki-laki. Mungkin kalau dulu perempuan tidak berani melawan karena merasa bahwa itu adalah aib. Sekarang teknologi digital sudah berkembang dan masyarakat juga mulai berpikir lebih modern lagi. Namun sekarang sudah saatnya kita menjadi perempuan berani melawan ketidakadilan dan mengungkap fakta. Berani bicara dan mengungkap gagasan serta tidak lupa untuk mengisi isi otak dengan membaca buku, lalu menghasilkan karya-karya entah berupa tulisan atau karya lainnya. Labelisasi feminisme bagi perempuan juga bukan penghalang bagi perempuan untuk speak up dan melawan ketidakadilan.

Saya berpesan, kemajuan perempuan saat ini sudah semakin membaik dengan dibantu teknologi digital yang semakin memadai. Kesetaraan gender juga sudah berkiprah disegala bidang. Maka dari itu perempuan harus cerdas. Perempuan harus berkualitas. Perempuan harus bisa melawan ketidakadilan dan perempuan juga harus berani speak up. Jadilah wanita yang kuat dan berani melakukan apa saja. Jadilah wanita yang mandiri dan tidak pantang mundur begitu saja. 


*Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Islam Malang tahun 2021

Post a Comment

0 Comments